SIKAP
DAN PERILAKU SALING MENASEHATI DAN BERBUAT BAIK
(
IHSAN DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI )
A.
Pengertian Perilaku Ihsan
Ihsan berasal
dari kata حَسُنَ yang artinya adalah berbuat baik, sedangkan
bentuk masdarnya adalah اِحْسَانْ, yang artinya kebaikan. Allah SWT
berfirman dalam Al-Qur`an mengenai hal ini.
Perilaku Ihsan adalah puncak ibadah dan akhlak yang senantiasa
menjadi target seluruh hamba Allah SWT. Sebab, perilaku ihsan menjadikan kita
sosok yang mendapatkan kemuliaan dari-Nya.
Sebaliknya, seorang hamba yang tidak mampu mencapai target ini akan kehilangan kesempatan yang sangat mahal untuk menduduki posisi terhormat di mata Allah swt. Rasulullah saw. pun sangat menaruh perhatian akan hal ini, sehingga seluruh ajaran-ajarannya mengarah kepada satu hal, yaitu mencapai ibadah yang sempurna dan akhlak yang mulia.
Sebaliknya, seorang hamba yang tidak mampu mencapai target ini akan kehilangan kesempatan yang sangat mahal untuk menduduki posisi terhormat di mata Allah swt. Rasulullah saw. pun sangat menaruh perhatian akan hal ini, sehingga seluruh ajaran-ajarannya mengarah kepada satu hal, yaitu mencapai ibadah yang sempurna dan akhlak yang mulia.
Syaikh ‘Abdurrahman as Sa’di rahimahullah menjelaskan bahwa
ihsan mencakup dua macam, yakni ihsan dalam beribadah kepada Allah dan ihsan
dalam menunaikan hak sesama makhluk. Ihsan dalam beribadah kepada Allah
maknanya beribadah kepada Allah seolah-olah melihat-Nya atau merasa diawasi
oleh-Nya. Sedangkan ihsan dalam hak makhluk adalah dengan menunaikan hak-hak
mereka. Ihsan kepada makhluk ini terbagi dua, yaitu yang wajib dan sunnah. Yang
hukumnya wajib misalnya berbakti kepada orang tua dan bersikap adil dalam
bermuamalah. Sedangkan yang sunnah misalnya memberikan bantuan tenaga atau
harta yang melebihi batas kadar kewajiban seseorang. Salah satu bentuk ihsan
yang paling utama adalah berbuat baik kepada orang yang berbuat jelek kepada
kita, baik dengan ucapan atau perbuatannya.
Oleh karenanya, seorang muslim hendaknya tidak memandang ihsan
itu hanya sebatas akhlak yang utama saja, melainkan harus dipandang sebagai
bagian dari akidah dan bagian terbesar dari keislamannya. Karena, Islam
dibangun di atas tiga landasan utama, yaitu iman, Islam, dan ihsan, seperti
yang telah diterangkan oleh Rasulullah saw. dalam haditsnya yang shahih. Hadist
ini menceritakan saat Raulullah saw. menjawab pertanyaan Malaikat Jibril —yang
menyamar sebagai seorang manusia— mengenai Islam, iman, dan ihsan. Setelah
Jibril pergi, Rasulullah saw. bersabda kepada para sahabatnya, “Inilah Jibril
yang datang mengajarkan kepada kalian urusan agama kalian.” Beliau menyebut
ketiga hal di atas sebagai agama, dan bahkan Allah swt.memerintahkan untuk
berbuat ihsan pada banyak tempat dalam Al-Qur`an.
B.
Dalil-dalil yang terdapat perilaku Ihsan
1. Dalil
Naqli
وَأَنفِقُواْفِيسَبِيلِاللّهِوَلاَتُلْقُواْبِأَيْدِيكُمْإِلَىالتَّهْلُكَةِوَأَحْسِنُوَاْإِنَّاللّهَيُحِبُّالْمُحْسِنِينَ
Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah
kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah,
karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.(QS. Al-Baqarah: 195)
إِنَّاللّهَيَأْمُرُبِالْعَدْلِوَالإِحْسَانِوَإِيتَاءذِيالْقُرْبَىوَيَنْهَىعَنِالْفَحْشَاءوَالْمُنكَرِوَالْبَغْيِيَعِظُكُمْلَعَلَّكُمْتَذَكَّرُونَ
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat
kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji,
kemungkaran dan permusuhan.Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat
mengambil pelajaran. (QS. An-Nahl:
90)
إِنْأَحْسَنتُمْأَحْسَنتُمْلِأَنفُسِكُمْوَإِنْأَسَأْتُمْفَلَهَافَإِذَاجَاءوَعْدُالآخِرَةِلِيَسُوؤُواْوُجُوهَكُمْوَلِيَدْخُلُواْالْمَسْجِدَكَمَادَخَلُوهُأَوَّلَمَرَّةٍوَلِيُتَبِّرُواْمَاعَلَوْاْتَتْبِيراً
Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu
sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri,
dan apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang kedua, (Kami datangkan
orang-orang lain) untuk menyuramkan muka-muka kamu dan mereka masuk ke dalam
mesjid, sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya pada kali pertama dan untuk
membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai.(QS. Al-Isra’: 7)
وَابْتَغِفِيمَاآتَاكَاللَّهُالدَّارَالْآخِرَةَوَلَاتَنسَنَصِيبَكَمِنَالدُّنْيَاوَأَحْسِنكَمَاأَحْسَنَاللَّهُإِلَيْكَوَلَاتَبْغِالْفَسَادَفِيالْأَرْضِإِنَّاللَّهَلَايُحِبُّالْمُفْسِدِينَ
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(keba- hagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari
(keni'matan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) se- bagaimana
Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu ber- buat kerusakan di
(muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat
kerusakan. (QS. Al-Qashash:
77)
2. Dalil
Aqli
Rasulullah Saw sebuah haditnya menegaskan: “Kebaikan adalah akhlak yang baik, sedangkan dosa adalah apa
saja yang meragukan jiwamu dan kamu tidak suka memperlihatkannya pada orang
lain.” (HR. Muslim)
“Mintalah fatwa kepada hatimu. Kebaikan adalah apa saja yang menenangkan hati dan jiwamu. Sedangkan dosa adalah apa yang menyebabkan hati bimbang dan cemas meski banyak orang mengatakan bahwa hal tersebut merupakan kebaikan.” (HR. Ahmad, Thabrani, dan Al Baihaqi).
اِنَّ
اللهَ كَتَبَ عَلَيْكُمُ اْلِاحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ , فَاِذَا قَتَلْتُمْ
فَاَحْسِنُوْ الْقَتْلَةَ وَ اِذَا ذَبَحْتُمْ فَاَحْسِنُوْ الذَّبْحَةَ
“Sesungguhnya
Allah telah mewajibkan kebaikan pada segala sesuatu, maka jika kamu membunuh,
bunuhlah dengan baik, dan jika kamu menyembelih, sembelihlah dengan
baik…” (HR. Muslim)
C. Landasan Syar’i Ihsan
Pertama, Al-Qur`anul Karim
Dalam Al-Qur`an, terdapat 166 ayat yang berbicara tentang ihsan.
Dari sini kita dapat menarik satu makna, betapa mulia dan agungnya perilaku dan
sifat ini, hingga mendapat porsi yang sangat istimewa dalam Al-Qur`an. Berikut
ini beberapa ayat yang menjadi landasan akan hal ini.
وَإِذْأَخَذْنَامِيثَاقَبَنِيإِسْرَائِيلَلاَتَعْبُدُونَإِلاَّاللّهَوَبِالْوَالِدَيْنِإِحْسَاناًوَذِيالْقُرْبَىوَالْيَتَامَىوَالْمَسَاكِينِوَقُولُواْلِلنَّاسِحُسْناًوَأَقِيمُواْالصَّلاَةَوَآتُواْالزَّكَاةَ
ثُمَّتَوَلَّيْتُمْإِلاَّقَلِيلاًمِّنكُمْوَأَنتُممِّعْرِضُونَ
وَإِذْأَخَذْنَامِيثَاقَبَنِيإِسْرَائِيلَلاَتَعْبُدُونَإِلاَّاللّهَوَبِالْوَالِدَيْنِإِحْسَاناًوَذِيالْقُرْبَىوَالْيَتَامَىوَالْمَسَاكِينِوَقُولُواْلِلنَّاسِحُسْناًوَأَقِيمُواْالصَّلاَةَوَآتُواْالزَّكَاةَ
ثُمَّتَوَلَّيْتُمْإِلاَّقَلِيلاًمِّنكُمْوَأَنتُممِّعْرِضُونَ
Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil
(yaitu): Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada
ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta
ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan
tunaikanlah zakat. Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian
kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling. ( QS. Al Baqarah : 83 )
وَاعْبُدُواْاللّهَوَلاَتُشْرِكُواْبِهِشَيْئاًوَبِالْوَالِدَيْنِإِحْسَاناًوَبِذِيالْقُرْبَىوَالْيَتَامَىوَالْمَسَاكِينِوَالْجَارِذِيالْقُرْبَىوَالْجَارِالْجُنُبِوَالصَّاحِبِبِالجَنبِوَابْنِالسَّ
بِيلِوَمَامَلَكَتْأَيْمَانُكُمْإِنَّاللّهَلاَيُحِبُّمَنكَانَمُخْتَالاًفَخُوراً
بِيلِوَمَامَلَكَتْأَيْمَانُكُمْإِنَّاللّهَلاَيُحِبُّمَنكَانَمُخْتَالاًفَخُوراً
Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan
sesuatu apapun. Dan berbuat baiklah kepada orang tuamu ibu-bapa, karib-kerabat,
anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang
jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri, (QS. An-Nisaa : 36)
Kedua, As-Sunnah
Rasulullah saw. pun sangat memberi perhatian terhadap masalah
ihsan ini. Sebab, ia merupakan puncak harapan dan perjuangan seorang hamba.
Bahkan, diantara hadist-hadist mengenai ihsan tersebut, ada beberapa yang
menjadi landasan utama dalam memahami agama ini. Rasulullah saw. menerangkan
mengenai ihsan, ketika ia menjawab pertanyaan Malaikat Jibril tentang ihsan
dimana jawaban tersebut dibenarkan oleh Jibril, dengan mengatakan :
أَنْتَعْبُدَاللهَكَأَنَّكَتَرَاهُفَإِنْلَمْتَكُنْتَرَاهُفَإِنَّهُيَرَاكَ .
“Engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, dan
apabila engkau tidak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.”(HR. Muslim)
Di kesempatan yang lain, Rasulullah bersabda:
اِنَّاللهَكَتَبَعَلَيْكُمُاْلِاحْسَانَعَلَىكُلِّشَيْءٍ
,فَاِذَاقَتَلْتُمْفَاَحْسِنُوْالْقَتْلَةَوَاِذَاذَبَحْتُمْفَاَحْسِنُوْالذَّبْحَةَ
“Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kebaikan pada segala sesuatu,
maka jika kamu membunuh, bunuhlah dengan baik, dan jika kamu menyembelih,
sembelihlah dengan baik…” (HR. Muslim)
Kita berkewajiban ihsan dalam beribadah, yaitu dengan menunaikan
semua jenis ibadah, seperti shalat, puasa, haji, dan sebagainya dengan cara
yang benar, yaitu menyempurnakan syarat, rukun, sunnah, dan adab-adabnya. Hal
ini tidak akan mungkin dapat ditunaikan oleh seorang hamba, kecuali jika saat
pelaksanaan ibadah-ibadah tersebut ia dipenuhi dengan cita rasa yang sangat
kuat (menikmatinya), juga dengan kesadaran penuh bahwa Allah senantiasa
memantaunya hingga ia merasa bahwa ia sedang dilihat dan diperhatikan oleh-Nya.
Minimal seorang hamba merasakan bahwa Allah senantiasa memantaunya, karena
dengan inilah ia dapat menunaikan ibadah-ibadah tersebut dengan baik dan
sempurna, sehingga hasil dari ibadah tersebut akan seperti yang diharapkan.
Inilah maksud dari perkataan Rasulullah saw yang berbunyi, “Hendaklah kamu
menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, dan jika engkau tak dapat
melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.”
Kini jelaslah bagi kita bahwa sesungguhnya arti dari ibadah itu
sendiri sangatlah luas. Maka, selain jenis ibadah yang kita sebutkan tadi, yang
tidak kalah pentingnya adalah juga jenis ibadah lainnya seperti jihad, hormat
terhadap mukmin, mendidik anak, menyenangkan isteri, meniatkan setiap yang
mubah untuk mendapat ridha Allah, dan masih banyak lagi. Oleh karena itulah,
Rasulullah saw. menghendaki umatnya senantiasa dalam keadaan seperti itu, yaitu
senantiasa sadar jika ia ingin mewujudkan ihsan dalam ibadahnya.
Tingkatan Ibadah dan Derajatnya
Berdasarkan nash-nash Al-Qur`an dan Sunnah, maka ibadah
mempunyai tiga tingkatan, yang pada setiap tingkatan derajatnya masing-masing
seorang hamba tidak dapat mengukurnya. Karena itulah, kita berlomba untuk
meraihnya.Pada setiap derajat, ada tingkatan tersendiri dalam surga. Yang
tertinggi adalah derajat muhsinin, ia menempati Jannatul Firdaus, derajat
tertinggi di dalam surga. Kelak, para penghuni surga tingkat bawah akan saling
memandang dengan penghuni surga tingkat tertinggi, laksana penduduk bumi
memandang bintang-bintang di langit yang menandakan jauhnya jarak antara
mereka.
Tingkatan al-Ihsan, yaitu tingkatan tertinggi dengan derajat yang berbeda-beda pula.
Tingkatan ini akan dicapai oleh mereka yang masuk dalam kategori Muhsinun. Mereka adalah orang-orang yang telah melalui peringkat pertama dan yang kedua (peringkat takwa dan al-bir).
Untuk dapat naik ke martabat ihsan dalam segala amal, hanya bisa dicapai melalui amalan-amalan wajib dan amalan-amalan sunnah yang dicintai oleh Allah, serta dilakukan atas dasar mencari ridha Allah.
Kita sebelumnya telah membahas bahwa ihsan adalah beribadah
kepada Allah dengan sikap seakan-akan kita melihat-Nya, dan jika kita tidak
dapat melihat-Nya, maka Allah melihat kita. Kini, kita akan membahas ihsan dari
muamalah dan siapa saja yang masuk dalam bahasannya. Berikut ini adalah mereka
yang berhak mendapatkan ihsan tersebut:
1) Ihsan kepada Orang Tua
Allah SWT menjelaskan hal ini dalam kitab-Nya.
وَقَضَىرَبُّكَأَلاَّتَعْبُدُواْإِلاَّإِيَّاهُوَبِالْوَالِدَيْنِإِحْسَاناًإِمَّايَبْلُغَنَّعِندَكَالْكِبَرَأَحَدُهُمَاأَوْكِلاَهُمَافَلاَتَقُللَّهُمَاأُفٍّوَلاَتَنْهَرْهُمَاوَقُللَّهُمَاقَوْلاًكَرِيماً
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah
selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan
sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai
berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan
kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka
dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. (QS. Al-isra : 23)
وَاخْفِضْلَهُمَاجَنَاحَالذُّلِّمِنَالرَّحْمَةِوَقُلرَّبِّارْحَمْهُمَاكَمَارَبَّيَانِيصَغِيراً
Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh
kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya,
sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil".(QS. Al-isra : 24)
Ayat di atas mengatakan kepada kita bahwa ihsan kepada ibu-bapak
adalah sejajar dengan ibadah kepada Allah.
Dalam sebuah hadist riwayat Turmuzdi, dari Ibnu Amru bin Ash,
Rasulullah saw. Bersabda :
رِضَىاللهُفِىرِضَىاْلوَالِدَيْنِوَسُخْطُاللهِفِىسُخْطِاْلوَاِلدَيْنِ
رِضَىاللهُفِىرِضَىاْلوَالِدَيْنِوَسُخْطُاللهِفِىسُخْطِاْلوَاِلدَيْنِ
“Keridhaan Allah berada pada keridhaan orang tua, dan kemurkaan
Allah berada pada kemurkaan orang tua.”
Dalil di atas menjelaskan bahwa ibadah kita kepada Allah tidak
akan diterima, jika tidak disertai dengan berbuat baik kepada kedua orang tua.
Apabila kita tidak memiliki kebaikan ini, maka bersamaan dengannya akan hilang
ketakwaan, keimanan, dan keislaman. Dan Akhlak kepada sesama manusia yang
paling utama kepada kedua orang tua, berakhlak kepada mereka adalah dengan
berbakti kepada keduanya, baik ketika hidup ataupun setelah wafatnya,
sebagimana hadits Nabi :
عَنْأَبِيأُسَيْدٍمَالِكِبْنِرَبِيعَةَالسَّاعِدِيِّقَالَبَيْنَانَحْنُعِنْدَرَسُولِاللَّهِصَلَّىاللَّهُعَلَيْهِوَسَلَّمَإِذْجَاءَهُرَجُلٌمِنْبَنِيسَلَمَةَفَقَالَيَارَسُولَاللَّهِهَلْبَقِيَمِنْبِرِّأَبَوَيَّشَيْءٌأَبَرُّهُمَابِهِبَعْدَمَوْتِهِمَاقَالَنَعَمْالصَّلَاةُعَلَيْهِمَاوَالِاسْتِغْفَارُلَهُمَاوَإِنْفَاذُعَهْدِهِمَامِنْبَعْدِهِمَاوَصِلَةُالرَّحِمِالَّتِيلَاتُوصَلُإِلَّابِهِمَاوَإِكْرَامُصَدِيقِهِمَا(رواهابوداود)
Dari Abu Usaid Malik bin Rabi’ah As-Sa’idy berkata : “Tatkala
kami sedang bersama Rasulullah SAW, tiba-tiba datang seseorang dari Bani
Salamah seraya bertanya : “Ya Rasulallah apakah masih ada kesempatan untuk saya
berbakti kepada Ibu Bapak saya setelah keduanya wafat?” Nabi menjawab : “Ya,
dengan mendoakan keduanya, memohon ampun unyuknya, melaksanakan janjinya dan
menyambung silaturrahmi dari sanak saudarnya serta memuliakan teman-temannya
2) Ihsan kepada kerabat karib.
Ihsan kepada kerabat adalah dengan jalan membangun hubungan yang
baik dengan mereka, bahkan Allah SWT menyamakan seseorang yang memutuskan
hubungan silatuhrahmi dengan perusak dimuka bumi. Allah berfirman :
”Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat
kerusakan dimuka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan.?” (Muhammad: 22)
Silaturahmi adalah kunci untuk mendapatkan keridhaan Allah.Hal
ini dikarenakan sebab paling utama terputusnya hubungan seorang hamba dengan Tuhannya
adalah karena terputusnya hubungan silaturahmi. Dalam sebuah hadits qudsi,
Allah berfirman:
أَنَااللَّهُوَأَنَاالرَّحْمَنُخَلَقْتُالرَّحِمَوَشَقَقْتُلَهَامِنْاسْمِيفَمَنْوَصَلَهَاوَصَلْتُهُوَمَنْقَطَعَهَابَتَتُّهُ
“Aku adalah Allah, Aku adalah Rahman, dan Aku telah menciptakan
rahim yang Kuberi nama bagian dari nama-Ku.Maka, barangsiapa yang
menyambungnya, akan Ku sambungkan pula baginya dan barangsiapa yang
memutuskannya, akan Ku putuskan hubunganku dengannya.” (HR. Turmuzdi)
Dalam hadits lain, Rasulullah bersabda, “Tidak akan
masuk surga, orang yang memutuskan tali silaturahmi.” (HR. Syaikahni
dan Abu Dawud)
3) Ihsan kepada anak yatim dan fakir miskin.
Diriwayatkan oleh Bukhari, Abu Dawud, dan Turmuzdi, bahwa
Rasulullah saw bersabda, “Aku dan orang yang memelihara anak yatim di
surga kelak akan seperti ini…(seraya menunjukkan jari telunjuk jari
tengahnya).”
Diriwayatkan oleh Turmuzdi, Nabi saw. Bersabda :
عَنْابْنِعَبَّاسٍأَنَّالنَّبِيَّصَلَّىاللَّهُعَلَيْهِوَسَلَّمَقَالَمَنْقَبَضَيَتِيمًامِنْبَيْنِالْمُسْلِمِينَإِلَىطَعَامِهِوَشَرَابِهِأَدْخَلَهُاللَّهُالْجَنَّةَإِلَّاأَنْيَعْمَلَذَنْبًالَايُغْفَرُلَهُ
Dari Ibnu Abbas bahwasanya Nabi SAW bersabda : “Barangsiapa—dari
Kaum Muslimin—yang memelihara anak yatim dengan memberi makan dan minumnya,
maka Allah akan memasukkannya ke dalam surga selamanya, selama ia tidak
melakukan dosa yang tidak terampuni.”
4) Ihsan kepada tetangga dekat, tetangga jauh,
serta teman sejawat.
Ihsan kepada tetangga dekat meliputi tetangga dekat dari kerabat
atau tetangga yang berada di dekat rumah, serta tetangga jauh, baik jauh karena
nasab maupun yang berada jauh dari rumah.
Adapun yang dimaksud teman sejawat adalah yang berkumpul dengan
kita atas dasar pekerjaan, pertemanan, teman sekolah atau kampus, perjalanan,
ma’had, dan sebagainya.Mereka semua masuk ke dalam katagori tetangga. Seorang
tetangga kafir mempunyai hak sebagai tetangga saja, tetapi tetangga muslim mempunyai
dua hak, yaitu sebagai tetangga dan sebagai muslim, sedang tetangga muslim dan
kerabat mempunyai tiga hak, yaitu sebagai tetangga, sebagai muslim dan sebagai
kerabat.
Rasulullah saw. menjelaskan hal ini dalam sabdanya :
عَنْعَبْدِاللَّهِبْنِمَسْعُودٍقَالَقَالَرَسُولُاللَّهِصَلَّىاللَّهُعَلَيْهِوَسَلَّمَوَالَّذِينَفْسِيبِيَدِهِلَايُسْلِمُعَبْدٌحَتَّىيَسْلَمَقَلْبُهُوَلِسَانُهُوَلَايُؤْمِنُحَتَّىيَأْمَنَجَارُهُبَوَائِقَهُ
Dari Abdullah bin Mas’ud RA berkata, bersabda Rasulullah SAW
: Demi Yang jiwaku berada di tangan-NYA tidaklah selamat seorang hamba
sampai hati dan lisannya selamat (tidak berbuat dosa) dan tidaklah beriman
(sempurna keimanannya) seorang hamba sehingga tetangganya merasa aman dari
gangguannya. (HR.Ahmad)
Pada hadits yang lain, Rasulullah bersabda :
لاَيُؤْمِنُبِيمَنْباَتَشَبْعَانًاوَجَارُهُجَائِعٌوَهُوَيَعْرِفُهُ
“Tidak beriman kepadaku barangsiapa yang kenyang pada suatu
malam, sedangkan tetangganya kelaparan, padahal ia megetahuinya.”(HR. ath-Thabrani)
5) Ihsan kepada ibnu sabil dan hamba sahaya.
Rasulullah saw. bersabda mengenai hal ini :
مَنْكَانَيُؤْمِنُبِاللَّهِوَالْيَوْمِالْآخِرِفَلْيُكْرِمْضَيْفَهُ
“Barangsiapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah
memuliakan tamunya.” (HR. Jama’ah, kecuali Nasa’i)
Selain itu, ihsan terhadap ibnu sabil adalah dengan cara
memenuhi kebutuhannya, menjaga hartanya, memelihara kehormatannya, menunjukinya
jalan jika ia meminta, dan memberinya pelayanan.
جَاءَرَجُلٌإِلَىالنَّبِيِّصَلَّىاللَّهُعَلَيْهِوَسَلَّمَفَقَالَيَارَسُولَاللَّهِكَمْأَعْفُوعَنْالْخَادِمِفَصَمَتَعَنْهُرَسُولُاللَّهِصَلَّىاللَّهُعَلَيْهِوَسَلَّمَثُمَّقَالَيَارَسُولَاللَّهِكَمْأَعْفُوعَنْالْخَادِمِفَقَالَكُلَّيَوْمٍسَبْعِينَمَرَّةً
جَاءَرَجُلٌإِلَىالنَّبِيِّصَلَّىاللَّهُعَلَيْهِوَسَلَّمَفَقَالَيَارَسُولَاللَّهِكَمْأَعْفُوعَنْالْخَادِمِفَصَمَتَعَنْهُرَسُولُاللَّهِصَلَّىاللَّهُعَلَيْهِوَسَلَّمَثُمَّقَالَيَارَسُولَاللَّهِكَمْأَعْفُوعَنْالْخَادِمِفَقَالَكُلَّيَوْمٍسَبْعِينَمَرَّةً
Pada riwayat yang lain, dikatakan bahwa seorang laki-laki datang
kepada Rasulullah saw. dan berkata, “Ya, Rasulullah, berapa kali saya harus
memaafkan hamba sahayaku?” Rasulullah diam tidak menjawab.Orang itu berkata
lagi, “Berapa kali ya, Rasulullah?”Rasul menjawab, “Maafkanlah ia tujuh puluh
kali dalam sehari.” (HR. Abu Daud dan at-Turmuzdi).
إِذَاصَنَعَلِأَحَدِكُمْخَادِمُهُطَعَامَهُثُمَّجَاءَهُبِهِوَقَدْوَلِيَحَرَّهُوَدُخَانَهُفَلْيُقْعِدْهُمَعَهُفَلْيَأْكُلْفَإِنْكَانَالطَّعَامُمَشْفُوهًاقَلِيلًافَلْيَضَعْفِييَدِهِمِنْهُأُكْلَةًأَوْأُكْلَتَيْنِ
Dalam riwayat yang lain, Rasulullah saw bersabda, “Jika
seorang hamba sahaya membuat makanan untuk salah seorang diantara kamu,
kemudian ia datang membawa makanan itu dan telah merasakan panas dan asapnya,
maka hendaklah kamu mempersilahkannya duduk dan makan bersamamu. Jika ia hanya
makan sedikit, maka hendaklah kamu mememberinya satu atau dua suapan.” (HR.
Bukhari, Turmuzdi, dan Abi Daud)
Adapun muamalah terhadap pembantu atau karyawan dilakukan dengan
membayar gajinya sebelum keringatnya kering, tidak membebaninya dengan sesuatu
yang ia tidak sanggup melakukannya, menjaga kehormatannya, dan menghargai
pribadinya. Jika ia pembantu rumah tangga, maka hendaklah ia diberi makan dari
apa yang kita makan, dan diberi pakaian dari apa yang kita pakai.
Pada akhir pembahasan mengenai bab muamalah ini, Allah SWT
menutupnya firman-Nya yang berbunyi :
إِنَّاللَّهَيُدَافِعُعَنِالَّذِينَآمَنُواإِنَّاللَّهَلَايُحِبُّكُلَّخَوَّانٍكَفُورٍ
Sesungguhnya Allah membela orang-orang yang telah
beriman.Sesungguhnya Allah tidak menyukai tiap-tiap orang yang berkhianat lagi
mengingkari ni'mat. (QS. Al-Hajj:
38)
Ayat di atas merupakan isyarat yang sangat jelas kepada siapa
saja yang tidak berlaku ihsan.Bahkan, hal itu adalah pertanda bahwa dalam
dirinya ada kecongkakan dan kesombongan, dua sifat yang sangat dibenci oleh Allah
SWT.
6) Ihsan dengan perlakuan dan ucapan yang baik
kepada manusia.
مَنْكَانَيُؤْمِنُبِاللَّهِوَالْيَوْمِالْآخِرِفَلْيَقُلْخَيْرًااَوْلِيَصْمُتْ
Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa beriman kepada Allah
dan Hari Kiamat, hendaklah ia berkata yang baik atau diam.” (HR. Bukhari
dan Muslim)
Masih riwayat dari Bukhari dan Muslim, Rasulullah bersabda :
قَوْلُاْلمَعْرُوْفِصَدَقَةٌ
“Ucapan yang baik adalah sedekah.”
* Bagi manusia secara umum, hendaklah kita melembutkan ucapan,
saling menghargai dalam pergaulan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegahnya
dari kemungkaran, menunjukinya jalan jika ia tersesat, mengajari mereka yang
bodoh, mengakui hak-hak mereka, dan tidak mengganggu mereka dengan tidak
melakukan hal-hal dapat mengusik serta melukai mereka.
7) Ihsan dengan berlaku baik kepada binatang.
Berbuat ihsan terhadap binatang adalah dengan memberinya makan
jika ia lapar, mengobatinya jika ia sakit, tidak membebaninya diluar
kemampuannya, tidak menyiksanya jika ia bekerja, dan mengistirahatkannya jika
ia lelah. Bahkan, pada saat menyembelih, hendaklah dengan menyembelihnya dengan
cara yang baik, tidak menyiksanya, serta menggunakan pisau yang tajam.
Inilah sisi-sisi ihsan yang datang dari nash Al-Quran dan Sunnah
Rasulullah saw.
· Beberapa contoh ihsan dalam hal muamalah
Pada Perang Uhud, orang-orang Quraisy membunuh paman Rasulullah
saw, yaitu Hamzah. Mereka mencincang tubuhnya, membelah dadanya, serta
memecahkan giginya, kemudian seorang sahabat meminta Rasulullah saw. berdoa
agar mereka diazab oleh Allah. Akan tetapi, Rasulullah malah berkata :
اَلَّلهُمَّاهْدِقَوْمِيْفَاِنَّهُمْلَايَعْلَمُوْنَ
“Ya Allah, ampunilah mereka, karena mereka adalah kaum yang
bodoh.”
D.
Keutamaan
Ihsan
Allah Subhanahu
wa Ta’ala berfirman,
إِنَّاللهَمَعَالَّذِينَاتَّقَوْاوَالَّذِينَهُممُّحْسِنُونَ
“Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan
orang-orang yang berbuat ihsan.” (QS. An Nahl: 128).
Dalam ayat ini Allah menunjukkan keutamaan seorang muhsin yang
bertakwa kepada Allah, yang tidak meninggalkan kewajibannya dan menjauhi segala
yang haram. Kebersamaan Allah dalam ayat ini adalah kebersamaan yang khusus.
Kebersamaan khusus yakni dalam bentuk pertolongan, dukungan, dan petunjuk jalan
yang lurus sebagai tambahan dari kebersamaan Allah yang umum (yakni pengilmuan
Allah). Makna dari firman Allah وَالَّذِينَهُممُّحْسِنُونَ (
dan orang-orang yang berbuat ihsan) adalah yang mentaati Rabbnya, yakni dengan
mengikhlaskan niat dan tujuan dalam beribadah serta melaksankanan syariat Allah
dengan petunjuk yang telah dijelasakan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa
sallam.
Dalam ayat lain Allah berfirman,
وَأَنفِقُوافِيسَبِيلِاللهِوَلاَتُلْقُوابِأَيْدِيكُمْإِلَىالتَّهْلُكَةِوَأَحْسِنُواإِنَّاللهَيُحِبُّالْمُحْسِنِينَ
“Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan
janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat
baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat ihsan.”
(Al Baqarah:195)
Ketika menafsirkan ayat ini Syaikh As Sa’di menjelaskan bahwa ihsan pada ayat ini mecakup seluruh jenis ihsan. Hal ini karena tidak ada pembatasan pada ayat ini. Maka termasuk di dalamnya ihsan dengan harta, kemuliaan, pertolongan, perbuatan memrintahkan yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, mengajarkan ilmu yang bermanfaat, dan perbuatan ihasan lain yng diperintahkan oleh Allah. Termasuk di dalamnya juga adalah ihsan dalam beribadah kepada Allah. Hal ini sebagaimnan sabda Nabi ‘Kamu menyembah Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, maka jika kamu tidak melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu.. Barangsiapa yang memiliki sifat ihsan tersebut, maka dia tergolong orang-orang yang Allah terangkan dalam firman-Nya لِلَّذِينَأَحْسَنُواالْحُسْنَىوَزِيَادَةٌ “Bagi orang-orang yang berbuat ihsan, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya (melihat wajah Allah ta’ala)” (QS Yunus: 26) Allah akan bersamanya, memberinya petunjuk, membimbingnya, serta menolongnya dalam setiap urusannya.
Allah Ta’ala juga berfirman,
وَإِنكُنتُنَّتُرِدْنَاللهَوَرَسُولَهُوَالدَّارَاْلأَخِرَةَفَإِنَّاللهَأَعَدَّلِلْمُحْسِنَاتِمِنكُنَّأَجْرًاعَظِيمًا
“Dan jika kamu sekalian menghendaki (keridhaan) Allah dan
Rasulnya-Nya serta (kesenangan) di negeri akhirat, maka sesungguhnya Allah
menyediakan bagi siapa yang berbuat ihsan (kebaikan) diantaramu pahala yang
besar.” (QS. Al Ahzab:
29)
E.
Makna
Ihsan
Kata ihsan
(berbuat baik) merupakan kebalikan dari kata al isaa-ah (berbuat buruk), yakni
perbuatan seseorang untuk melakukan perbuatan yang ma’ruf dan menahan diri dari
dosa.Dia mendermakan kebaikan kepada hamba Allah yang lainnya baik melalui
hartanya, kehormatannya, ilmunya, maupun raganya.
Adapun yang dimaksud
ihsan bila dinisbatkan kepada peribadatan kepada Allah adalah sebagaimana yang disabdakan
oleh Rasululluah shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadist Jibril :
قَالَفَأَخْبِرْنِىعَنِالإِحْسَانِ.قَالَ «
أَنْتَعْبُدَاللَّهَكَأَنَّكَتَرَاهُفَإِنْلَمْتَكُنْتَرَاهُفَإِنَّهُيَرَاكَ »
“’Wahai Rasulullah, apakah ihsan itu? ‘ Beliau menjawab, ‘Kamu
menyembah Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, maka jika kamu tidak melihat-Nya
maka sesungguhnya Dia melihatmu.” (H.R. Muslim 102).
Dalam hadits Jibril, tingkatan Islam yang ketiga ini memiliki
satu rukun.Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan mengenai ihsan yaitu
‘Engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, dan jika engkau
tidak mampu melihat-Nya, Allah akan melihatmu.’Itulah pengertian ihsan dan
rukunnya.
Implementasi Ihsan dalam Kehidupan Sehari-hari
Sikap ihsan ini harus berusaha kita terapkan dalam
kehidupan sehari-hari. Jika kita berbuat amalan kataatan, maka perbuatan itu
selalu kita niatkan untuk Allah. Sebaliknya jika terbesit niat di hati kita
untuk berbuat keburukan, maka kita tidak mengerjakannya karena sikap ihsan yang
kita miliki. Seseorang yang sikap ihsannya kuat akan rajin berbuat kebaikan
karena dia berusaha membuat senang Allah yang selalu melihatnya. Sebaliknya dia
malu berbuat kejahatan karena dia selalu yakin Allah melihat perbuatannya.Ihsan
adalah puncak prestasi dalam ibadah, muamalah, dan akhlak seorang hamba. Oleh
karena itu, semua orang yang menyadari akan hal ini tentu akan berusaha agar
sampai pada tingkat tersebut. Siapa pun kita, di mata Allah tidak
ada yang lebih mulia dari yang lain, kecuali mereka yang telah naik ke tingkat
ihsan dalam seluruh amalannya. Kalau kita cermati pembahasan di atas, untuk
meraih derajat ihsan, sangat erat kaitannya dengan benarnya
pengilmuan seseorang tentang nama-nama dan sifat-sifat Allah.
Pembiasaan perilaku ihsan yang mempunyai pengaruh cukup besar
dalam membentuk perilaku, membina dan meningkatkan kualitas keimanan dan
pengetahuan dikalangan siswa. Pembiasaan bagi siswa ini lebih dituntut untuk
menekankan amaliah yang mendorong dalam berbuat baik, baik dalam perbuatan,
ucapan dan lainnya.
Ternyata hadis mengenai ihsan banyak juga ya, kebetulan ni mas saya senang baca hadis dan ayat al-qur'an.. saya akan coba hafal hadisnya mas supaya bisa mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari..
BalasHapusTerima Kasih pencerahan ihsannya, semoga jadi amal sholeh.
BalasHapus